Rabu, 29 Maret 2017

Forty Detti


Setelah posting-posting who am I alay, coba menyempatkan posting yang lebih dewasa *uhuks, walau rasa-rasanya makin ke sini, tetap ceria dan merdeka bak kanak-kanak itu bukan opsi, tapi memang bawaan dan kelakuan * wekekekkk

Ya, sejak dua bulan lalu, usia Masehi saya tepat 40 tahun. Benar jika ada idiom english: time flies, bukan 'waktu berjalan', ya. 365 hari yang terasa bak kecepatan cahaya.


Seperti baru kemarin, dikejar-kejar anjing tetangga di rumah Passo, Maluku, kalau tak salah belum lagi SD. Atau menangisi kemurkaan ibu gegara main lupa waktu hingga dikunci tak bisa masuk rumah di suatu senja kelas 2 SD.

Atau waktu anak kampung ini hijrah ke Lampung, being awkward karena semua serba "kota", "lu gue", anak SD sudah kenal pacaran, betapa lain dengan teman-teman Ambon yang polos (yang sedih tak satupun kini saya punya kontaknya). Cinta-cinta monyet (ampuun) yang bener-bener kayak monyet .. haha

Atau waktu Didik, teman sekelas 3 SMP yang melompat kegirangan karna Nilai EBTANAS Murni (NEM)nya 50 koma sekian dan langsung ngasih gratitude lebay. "Tengkyu banget ya Deeet, kalo bukan karena elu ngasih contekan ke guaa ..".

Atau masa SMA yang senyatanya penuh warna dan warni, kaos hitam kesayangan bergambar salam tiga jari saat sesekali datang ke konser dan festival rock abang, instruktur modelling yang putus asa dengan jalan tentaraku, saat pertama memutuskan menutup aurat dan diusir ayah karena keputusan itu, atau waktu sesenggukan karena tak diizinkan pindah ke SMA 1 Yogyakarta.

Ataupun kuliah yang dijalani dengan berat hati namun terhibur oleh berjuta kesibukan ekstra kurikuler dan "The 1998", sujud lail ketika bak ada cahaya jatuh di atas sajadah, menelusup relung otak dan dada hingga mahasiswa pertanian ini serius memutuskan tak akan berpisah dari dunia jurnalistik.

Berteriak tanpa suara di sepinya Pasir Putih ditemani Reni Octavia gegara oknum ikhwan yang tak sensitif dengan problem akademis dan keluargaku dan nekat mau melamar, mendengar suara terakhir ayah yang serak di bangsal RS Persahabatan ..., bekunya wajah Doktor Hikam saat terpaksa harus urus nilai ke rumahnya, atau datang wisuda Sarjana Pertanian bertiga saja bareng ibu dan sepupu (almarhum Ian).

Atau pertama melangkah jadi reporter magang di Lampung Ekspres (thanks to Octasida Viani, adek manis pemberani yang peduli berbagi info loker), namun pada saat yang sama nama Suprihatin Ali menginvasi privacy.

Saat pertama kali seseorang yang disebut suami memangku (suwer, aku pernah kuruz) dan mengusap air mata karena di Bandung itu didera rindu sangat pada ibu ...

Atau ketika masa rasa berhenti di drama aparatus pertama. Saat kulit, wajah, dan rambut bule Tsabita tertangkap mata.

Atau saat hamil Tsaqifa lima bulan, dengan bahagianya mengiyakan tawaran menjadi redaktur. Atau saat pulang lembur jam 23.00 malam, dengan Tsaqifa di gendongan membawa form ke markas AJI. Ketika Bidan Hertati melarang ngeden di kelahiran 4,1 kg Ukasyah Rosyid, dan dengan bandelnya saya bilang "Ga kuat lagi, Bu Bidaaaan ... Saya keluarin aja yaaa .."

Dan perjalanan-perjalanan itu.

Perjalanan-perjalanan cahaya ke Lampung Tengah ketika kedua tungkai Uu berbungkus gibs, atau terseok-seok menghadiri kampanye di Lampung Selatan waktu luka operasi belum lagi kering ..

***

Time flies.

***

So, who am I, about right now ..

Well, mengutip Akmal: Hamba Allah, the rest are irrelevant ... (yah .. yah ..)

Saat ini, Allah masih amanahi saya sebagai istri dari suami luar biasa dan ibu 3 putra putri manis. Tsabita sekarang kelas 7 SMP di sebuah boarding di Jawa Barat, Tsaqifa 5 SD, dan Uu sedang bertarung dengan naik turunnya semangat sekolah di kelas 2 SD. Apa ga mau nambah lagi? Oo, sangat mau, even at this forty dan usia berapapun kelak Allah beri rejeki itu.

Jikalah ingin disebut pekerjaan, hampir 3 tahun ini formally saya berkhidmat untuk sesuatu yang secara nomenklatur didefinisikan sebagai Tenaga Ahli Anggota DPR/MPR RI (untuk membedakan dengan Staf Ahli), walau tahun-tahun sebelumnya juga informally membantu 'mereka' agar terinformasi dan bukan semata dikenal tapi juga dikenal sebagai orang baik dan berprestasi, sudah sangat mendatangkan kepuasan tersendiri.

Tapi tiap kali ditanya, "Ngajar ya, Mba?" ya sudahlah, ga akan saya bantah. Ha.

Atau cukuplah menjawab, "Iya, Mas. Ngajar ngaji."

***

Walau sangat bahagia jika lebih dikenali sebagai seseorang yang menggeluti literasi informasi, identitas humas sepertinya sudah telanjur berakar. Apalagi setelah Pak Dedi makin menenggelamkan kepala ini dalam ceruk MD Simatupang, harus lebih sering menyeberangi Selat Sunda, atau minimal remote Lampung-Jakarta.

Departemen Riset dan Media Monitoring saat ini menjadi adverb, verb, maupun noun yang semoga kelak dikhatamkan dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin.

Maka, alih-alih jadi personal passion, politik bagi saya adalah amanah, seriously ... Sepotong juring kehidupan yang suka ga suka sudah ditakdirkan Allah bagi Detti Febrina selama 18 tahun, yang ga pernah terlintas sedikitpun dalam berbagai pelatihan career planning. Dulu - maupun kini - tiap ditanya, apa passion detti: ya "komunikasi", bikin korporasi media yang bisa nandingin Rupert Murdoch *LOL.

Demikianlah, maka segala diskusi terkait literasi informasi, media monitoring, media analysis, news values, news tone/tendency, how millenial and gen Z handling information, how information change us, how hoax change us, media/journalism workshop, citizen journalism, segala hal terkait communication major sebagai mimpi remaja yang akhirnya benar-benar diseriusi saat ini are very most welcome di semua saluran komunikasi. Karena academiccally, mimpi menuntut ilmu komunikasi - walau ia tak bersalah pffft .. - setinggi yang kumampu, dan juga membaginya, belum jua memburam.

Untuk berbagai diskusi,

sila klik detti facebook untuk pertemanan/pesan di facebook.

sila klik detti twitter untuk pertemanan/pesan di twitter, detti path untuk pertemanan di path.

sila follow detti instagram untuk pertemanan di instagram atau detti kompasiana di kompasiana.
(semua social media button di bilah kanan blog ini bukan pajangan ya ;p. Sumonggo diklik mawon)

Mohon maaf jika tak bisa selalu fast respons, tapi biasanya sekalinya dicek insya allah dibalas.

Untuk teman-teman pers, detti akan jawab semua pertanyaan bahkan yang paling aneh sekalipun soal politik, soal kebijakan pemerintah, etc (sepertimu One Tribun, "Coba sih, Ne.. kasih gua pertanyaan yang laen? *haha), tapi senang sekali jika kita bisa ngobrol yang selain itu.

Soal peer literasi informasi negeri ini, soal lembaga anti hoax yang justru punya history jadi penyebar hoax, atau mengapa sebagian para muda sekarang seperti tak punya imun pada galau dan bully, dsj.

***

Sebagai posting hiburan di sela banjir tugas, maaf jika ada pilihan kata yang menggelikan. Dan semoga tak ada yang keberatan bagi nama-nama yang saya sebut.

Tabik puun.

*Note: Teriring syukur Allah sampaikan di usia ini, pilihan pict. usia 40 nemu di pinterest. Lucu karena denialnya itu kekanak-kanakan banget :D *very happy to be old. Terimakasih, Ya Allah .. Semoga menua, bermanfaat, dan dipanggil jannah. Aamiin.



Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Komen apapun berharga. Sila.

welcome to detti's blog

communication scholar & practitioner, hopefully being lifetime citizen journalist, simply laid back ambivert

Mengoptimalkan Google Alerts untuk Media Monitoring

Menyusun panduan optimalisasi google alerts ini sekira dua bulan sebelum ramadhan tahun lalu. Belum sempat di- digital archive , apa daya fi...

Popular Posts