Jumat, 25 November 2022

Hak Anak Dalam Islam

 

Hak Anak sesuai Konvensi Hak-hak Anak PBB 1989


Makan klaapertart ga ngajak Dara Arafah | Mau berbuart, tapi ga mau ngasi nafkah

_______

Sampe "berbuart", saking gemes 😶


HAK ANAK DALAM ISLAM


18 tahun jadi orang tua, masih belepotan sana-sini. Orang tua dan yang akan jadi orang tua memang mestinya selalu belajar, haus ilmu jadi ortu. Antara lain supaya Indonesia - negeri muslim terbesar sejagat ini - ga malu-maluin nangkring di rangking 3 Negara Tanpa Ayah.


Jadi pemenuhan hak anak ini ga spesial buat ayah ibu saja, tapi juga semua orang dewasa yang punya otoritas ngurusin hajat hidup anak termasuk pendidik dan umara (pemerintah).


Let's go.


Pertama, anak punya hak hidup, tumbuh, berkembang sesuai fitrah (Al-Qur'aan Surat At-Tiin: 4, Al-An'am: 151). Di Al-Isra: 31 dilarang membunuh anak atas alasan apapun, termasuk takut miskin. Aborsi tanpa alasan medis, haram. No debat. Atau hidup, tapi menyelisihi fitrah ya terlarang juga. Fitrah Based Education (FBE)nya Allahyarham Ust. Harry Santosa sila ditengok lagi.


Kedua, hak kejelasan nasab dan identitas (Al Ahzab: 5). Pernikahan bikin nasab jadi jelas, sekaligus demarkasi bagi hak-hak yang terputus karena ketiadaan lembaga pernikahan (anak hasil zina, misalnya) seperti perwalian dan waris. Walau hasil tes DNA bilang kromosom lelaki itu 99,9% identik dengan si anak, selama ga ada pernikahan, nasab terputus. No bin or binti. Crystal clear.


Ga adil banget ke perempuan? 'Kerugian' di perempuan gegara secara biologis dia yang harus hamil dan melahirkan. Lakinya cuma jadi penyumbang sperma. Makanya wahei perempuan-perempuan, jangan bodoh, kecuali lelaki yang kau kira salih rupanya buaya air yang naik ke darat.


Atau pernah liat reality show Maury "You Are (or Are Not) the Father!"? Gimana Amerika flexing ambyarnya tatanan masyarakat. Jadi, "Anakmu Yang Selama Ini Kau Kira Beneran Anakmu Ternyata Anak Lelaki Lain" 😩😩😩.


Ambyar to the max!


Hak kejelasan identitas juga termasuk memberi nama yang baik buat anak. Jangan ngaco ngasi nama anak, walaupun nama ngaco berpotensi viral di medsos.


Ketiga, hak mendapat air susu ibu (Al-Baqarah: 233). Jadi dalam Islam, ASI itu hak anak, ya, Bun. Ini bukan karna hasrat julid merundung para ibu yang ga menyusui bayinya. Ini ngingetin karena cinta. Muah muah ❤️


Keempat, hak nafkah (masih QS 2: 233). Nafkah bukan saja sandang, pangan, atap. Bukan hanya nafkah lahir, namun juga batin. Orang tua, khususnya ayah harus kerja keras bagai kuda? Ya memang. Disangka nikah cuma legalisasi status sama si ayang? True banget idiom nikah ga cukup modal cinta, apalagi kalo di situ responsibility (qawwamah) ga katut.


Ga bosen ngingetin soal kewajiban nafkah karena sampe sekarang masih sering terima curhatan tentang erornya tanggung jawab bapak/suami soal nafkah. Cukup jelas ya dosa ga menafkahi dikenakan bagi kepala rumah tangga yang malas memberi nafkah. Yang ga mau, bukan ga mampu, apalagi ga mampu karena alasan sistemik - bener-bener sulit cari pekerjaan misalnya.


Kelima, hak pendidikan (QS At-Tahrim: 6). Saya inget banget pak yai penghulunya bestie Tri Agustiana dan suami sampe nangis gara-gara pengantin minta mahar ayat ini. Isinya memang berad: wajib melindungi dan menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka. Allahu yahdiik ..


Melindungi dari siksa neraka bukan dengan ngurung anak dalam rumah trus dicegah ga berinteraksi dengan "setan-setan di luar sana", tapi menegakkan prinsip pendidikan yang bakal jadi karakter permanen si anak, baik lewat teladan, pengajaran, pengondisian. Si anak dikasi imunitas, bukan disterilisasi.


Pendidikan paripurna dunia akhirat.


Keenam, hak asuhan yang baik (QS Al-Ahqaf: 15) khususnya gizi, lingkungan, kesehatan. Jadi bukan sekadar anak makan kenyang, tapi harus bergizi. Bukan sekadar anak punya rumah tinggal, tapi harus disediakan lingkungan yang baik. Terkandung juga di poin ini hak anak atas kesehatan, sejak ia janin dalam rahim ibu.


"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya." (An Nisaa: 9). Sabda Nabi SAW: al mu'miinul qowiyy khoyru wa ahabbu ilallah (hadits shahih Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan An Nasa'i). Mukmin yang setrong lebih baik dan lebih dicintai Allah, SWT.


Ketujuh, hak mendapat persamaan derajat (Al-Hujuraat: 13). Anak laki ma anak perempuan di keluarga itu boleh ngambil potongan tempe jumlah yang sama, sama-sama boleh sekolah tinggi, dst. Atau misal di lembaga pendidikan, anak suku A ga boleh diistimewakan dibanding anak suku lain yang dianggap inferior, dst.


Kedelapan, hak dimintai pendapat soal urusannya (Al-Anbiya: 85). Pada banyak kasus, strict parent mengira apa yang diputuskan untuk anak pasti yang terbaik, entah itu pilihan model pakaian sampe sekolah, kuliah, dll. Lupa bahwa Nabi Ibrahim as waktu mau nyembelih Ismail as atas perintah Allah SWT, si putra kesayangan dimintai pendapat dulu. Kita (kita?) sering "nyembelih" anak dengan otoritas "Kamu mana bisa kuliah kalo ga Ayah yang bayarin" dan sejenisnya.


Kesembilan, hak atas harta benda atau waris (An-Nisaa: 11). Cukup jelas, ya. Rinci dan detail banget Al-Qur'an ngejelasin soal waris.


Kesepuluh, hak mendapat cinta kasih tanpa pilih kasih. Ingat bagaimana Nabi SAW menegur seorang badui yang tak pernah sekalipun memeluk dan mencium anak-anaknya? Lalu, selain yang baik-baik, Al Qur'an juga ngasih pelajaran bad parenting antara lain lewat kisah lejen pilih kasihnya Ya'qub as yang berujung bikin celaka ananda intan bayong Yusuf as. “Bertakwalah kepada Allah. Bersikap adillah terhadap anak-anakmu,” (HR Bukhari). 


Kesebelas, hak bermain. Ilustrasinya dari kitab al-Fawaid al-Mukhtaroh dan kitab Tatsbit al-Fuad berikut ini.


Seseayah ngadu ke ulama salih tentang anak yang menurutnya kebanyakan bermain. Dia bawa tuh anaknya. Orang salih justru ngambil tangan si anak dan bilang, "Ayo sana bermainlah, Nak." 


Si ayah auto-heran: "Mengapa?"


Ulama salih jawab, ”Biar dia habiskan naluri "bermain"nya sekarang karena memang masih usia bermain. Jika dilarang, nanti dia akan terus bermain meski sudah bukan usianya."


Imam Ghazali mengaminkan kebutuhan bermain ini sebagai hak anak yang harus dipenuhi oleh orang dewasa.


Entah apa ini berlaku juga bagi anak yang kebanyakan main Free Fire atau Moba? 🤔


Wallahu a'lam bish shawab.

Ayo, dik susi!


Detti Febrina 14112022


Foto ilustrasi Konvensi Hak-hak Anak PBB Tahun 1989, mak plek sesuai dengan hak anak dalam Islam. Allahu ya'lu walaa yu'la alayh ..

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Komen apapun berharga. Sila.

welcome to detti's blog

communication scholar & practitioner, hopefully being lifetime citizen journalist, simply laid back ambivert

Mengoptimalkan Google Alerts untuk Media Monitoring

Menyusun panduan optimalisasi google alerts ini sekira dua bulan sebelum ramadhan tahun lalu. Belum sempat di- digital archive , apa daya fi...

Popular Posts