Kamis, 18 Maret 2010

Pembantu vs Extended Family

Tuntutan publik begitu pekat tapi menaruh harapan ke pembantu memang sering jadi persoalan baru. Maka para emak-emak tak bisa diam perlu mempertimbangkan solusi yang satu ini.

Konsep extended family (keluarga besar) jadi solusi yang blink-blink. Cemerlang dan benderang. Bukan berarti nir-problem, tapi tinimbang mengandalkan bedinde, konsep ini jelas jauh lebih baik.

Nggak full copas tapi masih diambil dari artikel Ust. Sitaresmi bagian terakhir. Sumber asli dan lebih lengkap, sila intip disini http://www.dakwatuna.com/2007/kemana-muslimah-melangkah-bag-terakhir/

Bila Indonesia benar-benar ingin melakukan perubahan-perubahan dan pembaharuan yang mendasar dan menyeluruh, tak ada salahnya mencoba melongok agenda perubahan yang ditawarkan ulama besar Mesir Hasan Al-Bana karena begitu rinci dan akurat.

Para akhwat seyogianya ikut terlibat dan berperan aktif untuk mewujudkan agenda perubahan tersebut di tengah masyarakat Indonesia.

Hasan Al-Bana mengingatkan agar tidak tergiur dengan system Eropa yang seronok, syahwati tetapi membawa kepada kehancuran dan sebaliknya segera berpaling pada system Islam yang terhormat, penuh dengan nilai-nilai kebenaran, ketegaran, keberkahan dan pengendalian diri.
Beliau membagi agenda perubahan dan pembaharuan tersebut dalam 3 tema besar dengan 50 butir yang melingkupi semua sektor kehidupan manusia.

Konsep ‘Ailah (extended family) Sebagai Terobosan Solusi

Melihat begitu luar biasanya agenda perubahan dan pembaharuan serta perbaikan masyarakat yang ditawarkan Hasan Al Banna, yang segera terpikir adalah gambaran sebuah masyarakat yang baik dan diridhai Allah sebagai istilah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuri tidak menjadi slogan kosong belaka.

Sebagai ibu, akhwat pun lalu menjadi berharap banyak bahwa agenda tidak mampu menghasilkan sebuah dunia yang baik, aman dan kondusif bagi tumbuh-kembang dan terpeliharanya iman dan takwa anak-anaknya. Bila tidak bagaimana ia akan dapat menutup mata kelak dengan tenang, meninggalkan anak-cucunya di tengah-tengah dunia yang centang perentang.

Namun yang jelas semua itu tidak akan dengan mudah begitu saja diraih atau diwujudkan dalam sekejap mata tanpa perjuangan keras termasuk dirinya (Ar-Ra’d: 11)

Bila setiap orangtua baik ayah maupun ibu menyadari upaya perbaikan masyarakat akan berdampak langsung bagi kebaikan keluarga dan generasi mendatang kiranya tak akan ada suami-suami yang memprotes kiprah akhwat yang menjadi istrinya. Bahkan ia pun turut bahu membahu memperjuangkan terwujudnya gagasan mulia itu.

Satu solusi jitu ditawarkan oleh Dr. Lois Lamya Al-Faruqi, seorang muslimah Amerika. Beliau membedakan kedudukan dan peran wanita dalam 4 fase sejarah. Fase pertama masyarakat Arab abad ketujuh pra Islam, fase kedua periode awal Islam, fase ketiga abad-abad kemerosotan M) dan fase keempat periode pembaharuan (1900-sekarang).

Dr. Lamya menginginkan bahwa fase pembaharuan ini akan mengembalikan kondisi wanita seperti di masa-masa emas periode awal Islam.

Beliau menawarkan pola ‘Ailah (extended family) atau keluarga besar sebagai suatu lembaga yang dapat memberikan keuntungan yang sangat besar bagi laki-laki maupun wanita, jika lembaga ini eksis di tengah-tengah masyarakat Qur ani.

Beberapa keuntungan kongkret yang di dapat dengan diterapkannya ‘ailah ini akan sekaligus menjadi solusi bagi kegamangan akhwat untuk menyelaraskan tugas-tugas fitrahnya dengan tuntutan untuk menjadi akhwat haraki yang aktif melakukan perbaikan-perbaikan di tengah masyarakatnya.
1. ‘Ailah (extended family) melindungi baik suami/ikhwah maupun istri/akhwat dari sikap egoisme dan kekakuan individualisme.
2. ‘Ailah memungkinkan terbinanya karir maupun aktivitas dakwah akhwat haraki tanpa harus mengorbankan tugas-tugas fitrahnya selaku istri, ibu dan anak dari orang tuanya yang bisa jadi sudah lansia dan ikut tinggal di dalam rumahnya. Di dalam ‘ailah akan selalu terdapat orang dewasa lain untuk membantu istri atau ibu yang bekerja tersebut. Akhwat-akhwat aktivis yang berada dalam ‘ailah tidak akan menderita beban fisik ataupun emosi karena kelebihan beban kerja. Dan ia juga tidak akan merasa bersalah karena mengabaikan tanggung jawab perkawinan, keluarga dan keibuan.
3. ‘Ailah menjamin system sosialisasi yang memadai bagi anak-anak karena ia tidak semata-mata mendapatkannya dari orangtua.
4. ‘Ailah memberikan keberagaman psikologis dan social dalam kebersamaan orang dewasa dan anak-anak.
5. ‘Ailah mencegah kemungkinan terjadinya pemisahan antar generasi, karena dalam ‘ailah hidup 3 generasi atau lebih yang hidup bersama dan berhubungan secara intensif sehingga menjembatani gap di antara generasi.
6. ‘Ailah menghapus masalah loneliness (kesepian) yang terkadang mendera wanita-wanita, laki-laki yang masih melajang atau pun para kakek dan nenek.
7. ‘Ailah dapat memberikan perawatan memadai dan manusiawi bagi para lansia.

Bila kesemua formula tersebut coba kita terapkan ditambah kemampuan bekerja sama secara sinergis di antara akhwat anggota harakah juga dengan masyarakat pendukungnya, insya Allah mudah-mudahan setiap akhwat tidak akan mengalami kegamangan dalam meretas jalan menuju ridha illahi. Wallahu a’lam

Share:

1 komentar:

  1. Setuju, walaupun cara ini memang berisiko pada lambatnya tumbuh kemandirian (pada pendidikan keluarga yang kurang baik). Tetapi cara ini membangun silaturahmi yang lebih erat, rasa sosial yang lebih linggi, kekeluargaan yang penuh kasih sayang.

    BalasHapus

Komen apapun berharga. Sila.

welcome to detti's blog

communication scholar & practitioner, hopefully being lifetime citizen journalist, simply laid back ambivert

Mengoptimalkan Google Alerts untuk Media Monitoring

Menyusun panduan optimalisasi google alerts ini sekira dua bulan sebelum ramadhan tahun lalu. Belum sempat di- digital archive , apa daya fi...

Popular Posts