Sabtu, 16 November 2024

KEUTAMAAN MENYIAPKAN BEKAL PERJUANGAN (HR Bukhari 2843 dan Muslim 1895)



KEUTAMAAN MENYIAPKAN BEKAL PERJUANGAN

Sumber: 40 Hadits Pilihan Pengingat Kewajiban Umat, Dr. Hamam Abd Rahim Saed dan Dr. Hasyim Abd Ghofur Shabry, Pengantar: Ust. Muhammad Lili NurAulia, Penerbit Al-I'tishom (2020), halaman 90-92, ditambah paparan Ust. Lili secara talaqi.


Indikator Capaian:

•selalu berusaha menyiapkan bekal perjuangan

•selalu meluruskan orientasi dalam perjuangan



Keutamaan Membantu Persiapan Orang yang Berjuang di Jalan Allah, atau Memberi Bantuan kepada Keluarganya dengan Kebaikan


‎عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «مَنْ جَهَزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا، وَمَنْ خَلَفَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا ). رَوَاهُ الْبُخَارِي (٣٤٨٢)، وَمُسْلِمُ (٠٩٨١))

Zaid bin Khalid ra. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang menyiapkan kebutuhan seseorang yang berperang di jalan Allah, sungguh ia telah ikut berperang (di jalan Allah). Dan barangsiapa yang mengurus keluarga orang yang berperang di jalan Allah dengan baik, maka sungguh ia telah ikut berperang (di jalan Allah)." (h.r. Bukhari/2843 dan Muslim/1895)


MENGENAL PERAWI HADITS


Zaid bin Khalid Al-Juhani Al-Madani, ikut dalam Perjanjian Hudaibiyah, pemegang bendera Juhainah pada saat Penaklukkan Mekah, dan wafat di Madinah, pada tahun 78 H, pada usia 85 tahun. (Al-A'lam, Az-Zarkaly, 3/58)


MAKNA UMUM HADITS


Keutamaan Memberi Dukungan kepada Pejuang dan Memperhatikan Kebutuhan Keluarganya


Imam Nawawi berkata, "Sabda Rasulullah saw., "Barangsiapa yang menyiapkan kebutuhan seseorang yang berperang di jalan Allah, sungguh ia telah ikut berperang (di jalan Allah). Dan barangsiapa yang mengurus keluarga orang yang berperang di jalan Allah dengan baik, maka sungguh ia telah ikut berperang (di jalan Allah)," maksudnya adalah orang yang melakukan hal itu, memperoleh ganjaran seperti halnya orang yang berjihad. Ganjaran ini akan diperoleh pada setiap perang (jihad), baik sedikit maupun banyak, dan kepada setiap keluarga yang ditinggalkan dengan memenuhi kebutuhan mereka dengan kebaikan, nafkah, membantu meringankan urusan mereka, dan ganjarannya akan berbeda sesuai dengan jumlahnya. Hadits ini juga memberi isyarat tentang motivasi berbuat baik terhadap orang yang bekerja untuk kepentingan umat Islam, atau berjuang untuk urusan kepentingan umat Islam. (Syarah An-Nawawi 'ala Muslim, 13/40)


Dan dalam riwayat Ibnu Majah (2758) dan Ibnu Hibban (4628) hadits ini dimuat dengan redaksi: "Siapa pun yang mempersiapkan orang yang berperang hingga meraih kemerdekaan, maka baginya pahala seperti pahala orang yang berjuang juga sampai syahid atau kembali pulang.".


Ibnu Hajar berkata, "Ada dua pelajaran: pertama, janji pahala yang disebutkan itu bertingkat-tingkat sesuai dengan kesempurnaan dalam memberikan persiapan. Itulah yang dimaksud dari sabda Nabi saw., '... hingga meraih kemerdekaan..." Kedua, ia mendapatkan tingkat pahala yang sama dengan orang yang berjihad hingga perang tersebut selesai."


Ibnu Hajar mengatakan, "Adapun yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (1896) dari hadits Abu Said disebutkan: 'Nabi saw. mengirim utusan dan bersabda, "Hendaklah setiap dua orang, satu orang keluar (berangkat berperang. pent.), dan ganjarannya sama bagi keduanya." Dalam riwayat Imam Muslim yang lainnya (138) disebutkan: "Kemudian ia berkata kepada yang duduk-duduk, 'Siapa pun yang menggantikan seseorang yang keluar berjihad meninggalkan keluarga dan hartanya pada kebaikan, maka baginya beroleh balasan setengah dari orang yang keluar berjihad tadi."


Hadits ini memberi isyarat bahwa orang yang berperang, lalu ia membekali diri atau membantu mencukupi keluarga yang ditinggal. kannya, maka baginya akan mendapatkan dua kali lipat pahala."



Pelajaran dari Hadits


•Menjaga dan meningkatkan perhatian dan kepedulian dengan dinamika dakwah di sekitar, maupun di tempat lain yang jauh. Pertanyaan : Sejauh mana perhatian kita terhadap sikon dakwah?

•Substansi perjuangan dakwah adalah al-’atho (pemberian/kontribusi). Setiap orang memiliki jalur al-’atho nya sendiri-sendiri. Tidak harus sama. Yang penting optimal. Pertanyaan : Sudah optimal belum?

•Menjadi fasilitator/jembatan berbagai kebaikan, memiliki nilai pahala sama dengan yang melakukan kebaikan. Pertanyaan: Kebaikan apa yang sudah kita fasilitasi?

•Memberi perhatian dan kepedulian terhadap keluarga sesama para pejuang. Pertanyaan : Apakah kita memperhatikan keluarga pejuang dakwah


‎جاءَ رَجُلٌ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، ما القِتَالُ في سَبيلِ اللَّهِ؟ فإنَّ أحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا، ويُقَاتِلُ حَمِيَّةً، فَرَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ، قالَ: وما رَفَعَ إلَيْهِ رَأْسَهُ إلَّا أنَّه كانَ قَائِمًا، فَقالَ: مَن قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هي العُلْيَا، فَهو في سَبيلِ اللَّهِ عزَّ وجلَّ.

 

Seorang laki-laki datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, Wahai Rasulullah, apakah yang disebut dengan perang fi sabilillah (di jalan Allah)? Sebab di antara kami ada yang berperang karena marah dan ada yang karena semangat? Beliau lalu mengangkat kepalanya ke arah orang yang bertanya, dan tidaklah beliau angkat kepalanya kecuali karena orang yang bertanya itu berdiri. Beliau lalu menjawab: Barangsiapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka dia perperang di jalan Allah ‘azza wajalla.


Pelajaran dari Hadits


•Berusaha menanamkan dan menjaga niat yang tulus ikhlas liLlaahi ta’ala dalam perjuangan.

•Memulai perjuangan dengan berbagai orientasi yang benar. Pertanyaan:  Apakah aktifitas dakwah kita karena Allah, karena Rasulullah, karena ingin membela, melindungi umat Islam, karena  ingin memelihara nilai-nilai Al-Qur`an, karena ingin syariat Allah membumi, karena ingin menjaga kebaikan generasi Islam, karena ingin memberi kelapangan dalam berdakwah?

•Meski kemarahan karena Allah, itu dianjurkan, tapi kendalikan kemarahan jangan sampai menjadi kemarahan yang bersifat individu. Pertanyaan: Apakah kita marah karena Allah?

•Selalu optimis dalam memperhatikan perjalanan bagaimana perjuangan Islam, dalam lingkup lokal, regional maupun internasional. Pertanyaan : Apakah kita memperhatikan perjuangan Islam?


Keutamaan Memperhatikan Keluarga Tahanan dan Syuhada

Kami berpendapat bahwa pada saat ini, orang yang memberi dukungan pada mujahidin di Ghaza, mereka yang teguh menjaga dan mempertahankan Baitul Maqdis, maka baginya pahala seperti pahala orang yang berjuang. Sebagaimana memberi bekal bagi para mujahid, memberi perhatian kepada keluarga mereka, memberi bantuan finansial kepada keluarga yang ditahan dipenjara musuh dan juga membantu keluarga mereka, memperhatikan urusan mereka, memperhatikan keluarga yang syahid dan anak-anak syuhada, termasuk yang disebutkan dalam hadits ini, dan ia akan mendapat pahala dan ganjaran yang sama karena mempersiapkan para mujahidin.


INTISARI HADITS

1. Besarnya pahala orang yang mempersiapkan para mujahid di jalan Allah.

2. Memperhatikan keluarga syuhada, keluarga yang ditahan musuh, termasuk dari pemahaman hadits.

3. Hadits ini menunjukkan bahwa penyebab segala amal saleh akan memperoleh sama dengan orang yang melakukannya.

4. Arahan kepada para da'i untuk memberikan motivasi menyadarkan umat akan kewajibannya terhadap para mujahidin, keluarga yang ditahan dan yang syahid.

Share:

Selasa, 30 Juli 2024

TIMBANGAN ALLAH SWT DAN KEMAHAADILAN ALLAH TERHADAP AMAL MANUSIA



TIMBANGAN ALLAH SWT DAN KEMAHAADILAN ALLAH TERHADAP AMAL MANUSIA (TADABBUR Al QUR'AN SURAT AL A'RAF AYAT 6-10)

TADABBUR Al QUR'AN SURAT AL A'RAF AYAT 1-10 BAGIAN 2


Indikator capaian: Menjadikan Al-Qur'an sebagai referensi dalam kehidupan


Menjadikan wahyu (Al Quran) sebagai teladan dalam kehidupan

  • Kewajiban mengikuti arahan wahyu
  • Ancaman bagi orang yang berpaling dari wahyu
  • Dua kelompok manusia saat menghadapi pengadilan Allah swt



Surat Al-A’raf Ayat 6

فَلَنَسْـَٔلَنَّ ٱلَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْـَٔلَنَّ ٱلْمُرْسَلِينَ


Artinya: Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami)


Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah


6. فَلَنَسْـَٔلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ 

(Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka)

Yakni menanyai umat-umat yang terdahulu tentang jawaban mereka terhadap rasul-rasul mereka ketika menjalankan dakwah kepada mereka.


وَلَنَسْـَٔلَنَّ الْمُرْسَلِينَ (dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami))

Yakni para Nabi yang diutus oleh Allah. 


Kami akan menanyai mereka tentang jawaban umat-umat mereka kepada mereka, siapa diantara mereka yang taat dan siapa diantara mereka yang durhaka. Itu semua Kami lakukan agar diketahui bahwa Kami tidak menzalimi para penduduk negeri-negeri tersebut ketika Kami membinasakan mereka, kami membinasakan mereka karena mereka berbuat zalim dengan mendustakan para Rasul.



Zhilal:


Jadi ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dan komprehensif, mencakup orang-orang yang kepadanya para rasul diutus dan mencakup para rasul. Orang-orang yang didatangi rasul ditanya, lalu mereka mengakui semuanya. Para rasul ditanya, dan mereka menjawab.


Kemudian Yang Maha Mengetahui lagi Maha- waspada menceritakan kepada mereka segala sesuatu yang telah dihitung oleh Allah tetapi mereka melupakannya. Allah menceritakannya kepada mereka berdasarkan pengetahuan, karena tidak ada sesuatu pun yang jauh dan tak diketahui Allah SWT.


Sungguh ini merupakan sentuhan yang dalam bekasnya, mengesankan, sekaligus menakutkan!


Buya Yahya: Maha Tahu-nya Allah itu rinci, detil, tidak mungkin zalim. Ga mungkin kirologi, kayaknya-kayaknya. Dan semua akan Allah balas dengan adil sesuai dengan pengetahuanNya. Yang melakukan kejahatan sesuai dengan kejahatannya, bahkan dengan rahmat Allah ada kejahatan yang dimaafkan, ditutupi, diampuni. Begitu juga sebaliknya.



Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I


Surat Al-A’raf ayat 6: Tentang jawaban mereka terhadap para rasul dan amal yang mereka lakukan setelah mendengar dakwah, dan Dia lebih mengetahui. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:


Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata, "Apakah jawabanmu kepada para rasul?" (Terj. Al Qashash: 65)


Apakah mereka telah menyampaikan dakwahnya, dan apa jawaban umat mereka terhadapnya, dan Dia lebih mengetahui.



Surat Al-A’raf Ayat 7

فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيْهِم بِعِلْمٍ ۖ وَمَا كُنَّا غَآئِبِينَ


Artinya: Maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).



Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah


7. فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيْهِم بِعِلْمٍ ۖ 

(maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka))

Yakni kepada para Rasul dan umat mereka, tentang apa yang terjadi antara mereka ketika para Rasul menjalankan dakwah. Yakni Kami mengetahui apa yang terjadi diantara mereka saat para rasul datang kepada mereka.


وَمَا كُنَّا غَآئِبِينَ (dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka))

Sehingga tidak ada kejadian yang tersembunyi bagi Kami.



Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-A’raf Ayat 7


Dan pasti akan kami beritakan kepada mereka dengan ilmu kami, dan kami tidak jauh dari mereka dengan penjelasan yang disertai bukti-bukti yang meyakinkan, karena Allah selalu mengawasi gerak-gerik mereka. Mereka tidak akan bisa berbohong. Pada saat itulah amalan mereka ditimbang dengan timbangan yang tidak pernah meleset, karena Allah Maha Adil. Timbangan yang tidak kita ketahui secara hakiki bagaimana bentuk dan sifatnya, pada hari itu menjadi ukuran kebenaran. Ihwal timbangan ini merupakan perkara gaib; kita wajib mengimaninya dan hanya Allah yang tahu hakikatnya. Maka barang siapa berat timbangan kebaikan-Nya karena banyak melakukan kebaikan, mereka itulah orang yang beruntung. Mereka akan masuk surga dengan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.



Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah


Ayat 6-7

Allah SWt berfirman; (Betapa banyaknya negeri yang Kami binasakan) menentang dan mendustakan para rasul Kami, Lalu hal tersebut membuat mereka ditimpa kehinaan di dunia yang berlangsung sampai di akhirat. Sebagaimana Allah SWT berfirman: (Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang yang mencemoohkan rasul-rasul itu azab yang dahulu selalu mereka perolok-olokkan (10)) (Surah Al-An’am)


Firman Allah SWT: (Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka (6)) sebagaimana firman Allah (Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata, "Apakah jawaban kalian kepada para rasul?” (65)) (Surah Al-Qashash) dan ((Ingatlah), hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)mu?” Para rasul menjawab, "Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib” (109)) (Surah Al-Maidah) Lalu Allah bertanya kepada semua umat pada hari kiamat Allah tentang jawaban mereka kepada para rasul yang terkait risalahNya kepada mereka. Allah SWT juga bertanya kepada para rasul tentang penyampaian risalahNya. Oleh karena itu Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang tafsir ayat ini, (Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami) (6)) dia berkata, yaitu tentang apa yang mereka sampaikan.


(maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka)) Ibnu Abbas berkata,”Kitab itu diletakkan pada hari kiamat lalu berbicara tentang apa yang mereka kerjakan. 


(dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka)) yaitu Allah SWT memberitahu hamba-hambaNya pada hari kiamat tentang apa yang telah mereka katakan dan kerjakan, baik kecil maupun besar dan berat maupun ringan. Sesungguhnya Allah SWT Maha Menyaksikan segala sesuatu, sehingga tidak ada satupun hal yang tersembunyi dan terlewat olehNya, bahkan Dia mengetahui pengkhianatan yang dilakukan lewat mata dan apa yang tersimpan di dalam hati. (Dan tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya (pula); dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz) (59)) (Surah Al-An'am)



Surat Al-A’raf Ayat 8

وَٱلْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ ٱلْحَقُّ ۚ فَمَن ثَقُلَتْ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ


Artinya: Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.



Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah


8. وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ (Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan))

Yakni amalan para hamba ditimbang di hari kiamat dengan timbangan sesungguhnya yang sesuai dengan keadilan yang tidak ada kezaliman didalamnya.


فَمَن ثَقُلَتْ مَوٰزِينُهُۥ(maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya)

Yakni barangsiapa yang amal-amal shalihnya yang ditimbang lebih berat.



Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah


8. Dan timbangan amal pada hari kiamat itu pasti benar, detail, dan adil, dimana tidak ada kecurangan di dalamnya. Maka barangsiapa kebaikannya lebih berat daripada keburukannya, maka mereka itu adalah orang yang memenangkan keridhaan dan surga



Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I


Surat Al-A’raf ayat 8: Timbangan ini sebagaimana dalam hadits memiliki dua daun timbangan.


(1) Penimbangan dilakukan dengan adil.


(2) Selamat dari yang tidak diinginkan, dan memperoleh apa yang diinginkan, memperoleh keberuntungan yang besar dan kebahagiaan yang kekal.



Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-A’raf Ayat 8


Timbangan yang tidak kita ketahui secara hakiki bagaimana bentuk dan sifatnya, pada hari itu menjadi ukuran kebenaran. Ihwal timbangan ini merupakan perkara gaib; kita wajib mengimaninya dan hanya Allah yang tahu hakikatnya. Maka barang siapa berat timbangan kebaikan-Nya karena banyak melakukan kebaikan, mereka itulah orang yang beruntung. Mereka akan masuk surga dengan segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Dan barang siapa ringan timbangan kebaikan-Nya karena banyak melakukan dosa, maka mereka itulah orang yang telah merugikan dirinya sendiri, karena mereka mengingkari ayat-ayat kami. Padahal, ayat-ayat tersebut telah jelas mengemukakan kebenaran yang sulit terbantahkan. Namun kesombongan dan sikap iri pada hati mereka menyebabkan mereka enggan menerima ayat-ayat tersebut, bahkan mendustakannya.



Zhilal:


“Keseimbangan pada hari itu adalah kebenaran (keadilan)…”


Di sini tidak ada lagi kebingungan dalam menimbang; tidak ada kerancuan dalam penetapan undang-undang; dan tidak ada keberatan untuk membatalkan hukum dan skala tersebut.


“...Barang siapa yang menimbang amal shalehnya, maka dialah orang-orang yang beruntung.” (al-A'raaf: 8)


Orang yang amal shalehnya ditimbang di timbangan Allah, pasti benar, maka pahalanya adalah keberuntungan. Adakah keberuntungan yang lebih besar daripada diselamatkan dari neraka dan kembali ke surga setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh?



Surat Al-A’raf Ayat 9

وَمَنْ خَفَّتْ مَوَٰزِينُهُۥ فَأُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُم بِمَا كَانُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا يَظْلِمُونَ


Artinya: Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.



Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-A’raf Ayat 9


Dan barang siapa ringan timbangan kebaikan-Nya karena banyak melakukan dosa, maka mereka itulah orang yang telah merugikan dirinya sendiri, karena mereka mengingkari ayat-ayat kami. Padahal, ayat-ayat tersebut telah jelas mengemukakan kebenaran yang sulit terbantahkan. Namun kesombongan dan sikap iri pada hati mereka menyebabkan mereka enggan menerima ayat-ayat tersebut, bahkan mendustakannya. Setelah itu, pada ayat ini Allah menjelaskan tentang anugerah-Nya kepada manusia. Dan sungguh, kami telah menempatkan kamu di bumi menjadi pemilik dan pengelolanya, dan di sana kami sediakan sumber penghidupan untukmu seperti tempat untuk kamu menetap, sumbersumber makanan dan minuman, dan sarana kehidupan lainnya. Akan tetapi, sedikit sekali kamu bersyukur atas semua kenikmatan itu dengan mengerahkan semua energi yang didapat dari semua nikmat itu untuk beribadah kepada Allah. Bahkan, kamu banyak mengingkarinya dengan menyembah selain Allah, serta berbuat kemaksiatan dan kerusakan di bumi.



Zhilal:


“Dan siapa yang menganggap enteng amal kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (al-A'raaf: 9)


Orang yang kebaikannya ringan di sisi Allah adalah orang yang adil, tidak pernah zalim dan tidak pernah salah. Memang benar mereka telah kehilangan diri mereka sendiri. Lalu, apa yang mereka lakukan setelah itu? Memang manusia selalu berusaha mengumpulkan segala sesuatunya untuk dirinya sendiri. Namun, jika dia merugikan dirinya sendiri, lalu apa lagi yang tersisa untuknya? Sesungguhnya mereka telah merugikan diri mereka sendiri dirinya dengan mengingkari ayat Allah, “Karena mereka telah menganiaya (mengingkari) ayat-ayat tersebut Kami." Tirani (ketidaktaatan) - kami telah menyajikan-dalam ekspresi Al-Qur'an bisa dimaksudkan untuk kemusyrikan atau kekafiran, “Sesungguhnya kemusyrikan itu nyata suatu kezaliman yang besar." Di sini kami tidak hendak membicarakan tabiat dan hakikat timbangan itu-sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang suka berdebat dengan menggunakan pola pikir yang non-Islami di dalam sejarah pemikiran "Islam!" Karena semua perbuatan Allah itu tidak sama dan tidak serupa dengan perbuatan makhluk.


Pasalnya, tidak ada sesuatu pun yang seperti Allah Yang Mahasuci. Cukuplah bagi kita mengakui dan menetapkan hakikat yang dimaksudkan oleh konteks ini, bahwa hisab pada hari itu adalah benar dan benar adanya; Dia tidak menganiaya seorang pun meski seberat atom; dan suatu amalan tidak akan dicurangi, tidak akan dilalaikan, tidak akan disia-siakan.



Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah


Ayat 8-9

Firman Allah SWT: (Timbangan) yaitu untuk amal di hari kiamat (ialah kebenaran) yaitu Allah SWT tidak menganiaya seorang pun. Sebagaimana Allah SWT berfirman: (Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun, pasti Kami mendatangkan (pahalanya. Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan (47)) (Surah Al-Anbiya) dan (Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun seberat zarrah; dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar (40)) (Surah An-Nisa)



Surat Al-A’raf Ayat 10

وَلَقَدْ مَكَّنَّٰكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَٰيِشَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ


Artinya: Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.



Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah


10. Sungguh Kami telah siapkan bumi bagi kalian, agar kalian dapat membangun bangunan, bercocok tanam, dan mengambil manfaat darinya; dan Kami telah menyiapkan di sana makanan dan minuman agar kalian dapat hidup. Namun dengan berbagai kenikmatan ini, sedikit sekali orang yang mau bersyukur kepada Allah.



Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah


Allah SWT berfirman seraya mengingatkan kepada hambaNya tentang karunia yang Dia berikan kepada mereka yaitu Dia menjadikan bumi sebagai tempat tinggal, dan menjadikan pasak-pasak dan sungai-sungai padanya, serta menjadikan bagi mereka pada bumi itu tempat tinggal dan rumah-rumah. Dia juga memperbolehkan mereka untuk mengambil manfaat-manfaatnya, dan menundukkan bagi mereka awan-awan untuk mengeluarkan rezeki mereka dari bumi serta menjadikan bagi mereka di bumi itu penghidupan mereka, yakni mata pencaharian dan sebab-sebab yang mereka gunakan untuk mengusahakan penghidupan mereka dan membuat berbagai sebab untuk itu. Kebanyakan mereka sedikit yang bersyukur atas hal itu, sebagaimana firman Allah (Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kalian menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)) (Surah Ibrahim: 34).



Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I


Surat Al-A’raf ayat 10: Kamu dapat membangun bangunan di atasnya, menggarap tanahnya dan memanfaatkannya dengan berbagai macam pemanfaatan.


Yakni sebab-sebab yang menjadikan kamu dapat hidup di dunia, seperti air, udara, tumbuhan, hewan, dan berbagai sumber daya alam.



Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-A’raf Ayat 10


Setelah itu, pada ayat ini Allah menjelaskan tentang anugerah-Nya kepada manusia. Dan sungguh, kami telah menempatkan kamu di bumi menjadi pemilik dan pengelolanya, dan di sana kami sediakan sumber penghidupan untukmu seperti tempat untuk kamu menetap, sumbersumber makanan dan minuman, dan sarana kehidupan lainnya. Akan tetapi, sedikit sekali kamu bersyukur atas semua kenikmatan itu dengan mengerahkan semua energi yang didapat dari semua nikmat itu untuk beribadah kepada Allah. Bahkan, kamu banyak mengingkarinya dengan menyembah selain Allah, serta berbuat kemaksiatan dan kerusakan di bumi. Dan sungguh, kami telah menciptakan kamu dari ketiadaan, yaitu nabi adam dari tanah liat yang menjadi asal kejadian manusia di dunia, dengan mengukur dan memperkirakan semua bagian dengan tepat. Kemudian kami membentuk tubuh-Mu dengan sebaik-baik bentuk sesuai dengan kehendak kami, seperti tinggi-pendek dan bentuk masingmasing anggota tubuh. Kemudian kami berfirman kepada para malaikat, bersujudlah kamu kepada Adam sebagai bentuk penghormatan kepadanya karena kemampuannya menyebutkan nama-nama benda yang tidak mampu sebutkan, sehingga ia berhak menjadi khalifah di dunia. Maka mereka, para malaikat, pun sujud sebagai penghormatan, bukan sujud ibadah, kecuali iblis, satuan dari jin yang terbuat dari api. Ia, iblis, tidak termasuk mereka yang bersujud.



Zhilal:


Sayyid Quthb menyebutkan aliran-aliran yang mempertentangkan bumi dengan manusia, misalnya pola pikir eksistensialisme ala Yunani dan Romawi yang berkembang menjadi jahiliah modern bahwa bumi adalah musuh, bahwa bumi harus "ditaklukkan". Di saat yang sama mereka menganggap bahwa alam semesta ini ada, berfungsi, dan bergerak sendiri tanpa ada kekuasaan di belakangnya.


Dalam Islam, alam semesta Allah sediakan sebagai tempat hidup manusia, dengan segala harmoni dan keserasian. Allah tidak menciptakan makhlukNya untuk saling berlawanan atau bermusuhan. 


Manusia adalah putra bumi ini, putra alam se- mesta, yang diciptakan Allah dari bumi ini, dan ditempatkannya di sini. Kemudian diciptakan pada- Nya rezeki dan penghidupan untuk mereka. Di- mudahkan bagi mereka jalan pengetahuan untuk mendapatkan kunci-kuncinya. Dijadikan-Nya hukum-hukumnya cocok bagi wujud insani, yang membantunya untuk mengenal dan mengetahuinya, dan memudahkan kehidupannya.


Namun, mereka sangat sedikit bersyukur. Hal itu disebabkan karena mereka berada dalam kebodohan yang tidak mereka sadari. Sehingga, mereka yang menyadarinya pun tidak mampu sepenuhnya mensyukuri nikmat Tuhan yang diberikan kepada mereka. Pada kedua golongan (yang tidak mau bersyukur dan yang ingin bersyukur) terjadilah firman-Nya, “Kalian adalah sedikit sekali yang bersyukur?”



Kesimpulan:

•Timbangan Allah sangat rinci dan adil. Manusia, khususnya da'i, harus berhati-hati dengan segala tindak-tanduk, amanah, perkataan karena segala sesuatu pasti Allah perhitungkan dengan cermat.

•Dua golongan yang dimaksud (sesuai poin-poin materi dalam indikator capaian): golongan yang sedikit amal kebaikannya, dan golongan yang berat amal kebaikannya. Atau golongan yang kufur, setelah diberi berbagai nikmat oleh Allah SWT di muka bumi, serta golongan yang senantiasa bersyukur.


Semoga Allah golongkan kita sebagai umat yang senantiasa bersyukur. Aamiin yaa Rabbal 'alamiin.



Wallahu alam bish shawab


Detti Febrina

Bandar Lampung, 29 Juli 2024


Sumber:

https://tafsirweb.com/

Tafsir terjemah Indonesia Fii Zhilaalil Qur'aan





Share:

welcome to detti's blog

communication scholar & practitioner, hopefully being lifetime citizen journalist, simply laid back ambivert

Mengoptimalkan Google Alerts untuk Media Monitoring

Menyusun panduan optimalisasi google alerts ini sekira dua bulan sebelum ramadhan tahun lalu. Belum sempat di- digital archive , apa daya fi...

Popular Posts