Maimon Herawati. Penulis, Dosen Jurnalistik. |
***
"Yang mengikat kita adalah nilai, bukan manusia," suara tenang itu dari ribuan mil jauhnya.
"Manusia bisa berubah, nilai tidak. Teruslah
bekerja. Sepanjang kita tidak melakukan sesuatu yang dimurkai dan
dibenci Allah, mengapa sedih? Kita akan berdiri sendiri-sendiri nanti di
hadapan Allah. Kita hanya akan ditanya tentang amanah kita, tentang
tanggungjawab kita. Mana-mana yang bukan kuasa kita, Allah tidak akan
menyalahkan hambaNYA. Barisan ini hanyalah sarana penghambaan kita
padaNYA."
Air mata bercucuran tidak bisa dihentikan, hatta saat menulis ini.
Ingin saat itu juga menghambur padanya....
Perih...pedih...
Perjuangan ini ... begitu panjang dan berliku.
Akankah kaki ini mampu terus kukuh...?
*
Aku tidak ingin menjadi manusia egois yang hanya memikirkan diri
sendiri dan keluarganya. Bagiku itu sikap apatis. Andai ada yang bisa
dilakukan memerbaiki dari dalam, kenapa tidak? Dahulu, saat aku jatuh,
lemah dan hampir kalah, bukankah mereka yang dikirimkan Allah
menguatkanku? Tak bermaksud lebih kuat, tidak, sungguh saya sangat
lemah. Tapi, andai tulisan ini bisa membantu kita menatap masalah lebih
jernih, maka akan aku tuliskan. Karena cinta.
*
Duhai Saudara,
Apapun itu yang terjadi karena ijin Allah. Hatta ujian-ujian ini.
Manusia hanya pelewat dari takdir Allah itu. Jika sudah bisa kita terima
ini, maka mari melihat ke dalam diri.
Apakah pembersihan diri yang diinginkan Allah dengan peristiwa-peristiwa ini?
Sungguh, saya maksudkan, mulai dari diri saya....dirinya, dirimu,
mereka. Semua...siapa saja yang bertekad berkhidmat pada dakwah ini.
Apakah komunikasimu dengan lawan jenis berlebihan dan bisa jatuh pada
maksiat? yang -naudzubillah- mengarah pada prahara? Mari jaga hati, jaga
lisan, jaga sikap. Jangan dekati zina, bukan jangan lakukan zina.
Kata Almarhum Ustadz Rahmat Abdullah, yang menjatuhkan bukan angin
kencang itu, tapi angin sepoi-sepoi ... melenakan ... membuat terkantuk,
hingga lepaslah pegangan tangan hingga terjatuh.
Satu ketika,
kedatangan Ustadz dari tanah air (di Newcastle). Karena suami bekerja
pagi hari, maka beliau pun keluar rumah dan kembali bersama suami.
Padahal, apa sih yang mungkin akan terjadi? Saya saat itu ibu tiga anak
yang lebih sering kusut dan heboh sendiri dengan urusan rumah tangga,
boro-boro nampak manis dan menarik.
Penjagaan diri
Ini juga
yang membuat air mata saya menitik pelan-pelan saat adik di kota ujung
Scotland sana secara halus menyampaikan posisi suaminya pagi itu, tak
beberapa lama jelang masa mengantarkan anak ke sekolah (Tentu saja saya
sambut dengan permintaan ikut ke sekolah). Bahagia karena semangat
penjagaan itu demikian besar. Teruslah begitu hendaknya.
Uang
yang tidak jelas asal-usulnya, pelan-pelan mengikis manisnya iman dan
nikmatnya ibadah... Pelan-pelan menumbuhkan rasa takut, 'ini belum
ada...itu belum punya... harus begitu, harus begini'. Sehingga hilang
rasa malu berbuat nista dan laknat. Tenang saja batinnya saat melakukan
hal-hal yang jelas tercela, menggunakan riba, atau menyuap pihak
sana-sini demi dakwah, katanya. -NOT IN THE NAME OF DAKWAH, PLEASE!!
Allah itu suci dan hanya menerima penghambaan yang bersih-
Rabbana, ampuni kami....ampuni kami...ampuni kami. Kembalikan beningnya
nurani hingga jelas mana yang haq dan mana yang batil. Kuatkan kami ya
Qawwy hingga tetap memegang taliMU ini.
*
Kembali berkaca pada diri. Ujian-ujian ini...adakah hadir karena nista diri?
Astaghfirullah....astaghfirullah...astaghfirullah...
Rabbana....
Jauhkan... jauhkan ... jauhkan ... dari keadaan yang menjadikan saya sebagai salah satu dari 75 pemanah Uhud yang tidak taat, hingga luka-lukalah wajah mulia Baginda.
[]
Editing tak sempurna dari catatan Maimon Herawati di sini. *tadzkiroh untuk diri*
0 komentar:
Posting Komentar
Komen apapun berharga. Sila.