Jumat, 26 Juli 2024

Mendidik Diri, Mencontoh Kelembutan Nabi SAW (Tadabbur Hadits Muslim No. 537)


Mendidik Diri, Mencontoh Kelembutan Nabi SAW (Tadabbur Hadits Muslim No. 537)


Indikator capaian: mampu meluruskan kesalahan dengan cara yang baik (lemah lembut)


MUKADIMAH

Beberapa diskursus kontekstual:

1. Bagaimana membedakan lemah lembut (sebagai sifat/karakter mulia) dengan lemah yang negatif? Misal soal toxic masculinity (maskulinitas toksik) bahwa laki-laki harus keras, tidak boleh lemah lembut atau perasa, bahwa gentle = lemah. Atau sebaliknya good girl syndrome, bahwa perempuan yang baik pasti menderita atau jadi korban. - istilah anak saya: "Aku maunya kuat lembut aja."

2. Bagaimana agar tidak gagal paham menempatkan kelemahlembutan sebagai konsep diri yang wajib dimiliki seorang muslim terutama pemimpin? - misal salah menerapkan lemah lembut palsu, atau soal strict discipline; mengingat Rasulullah SAW adalah sosok lemah lembut, namun saat yang sama juga pemimpin perang (27 perang selama hidupnya)?

3. Bagaimana dengan mereka yang sudah keras/kasar/bossy/sengak dari sononya (akibat didikan, lingkungan, pemahaman, dsb)?


Shahih Muslim hadits nomor 537

‎ – (٥٣٧) - حَدَّثَنَا أَبُو جَعۡفَرٍ مُحَمَّدُ بۡنُ الصَّبَّاحِ، وَأَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ - وَتَقَارَبَا فِي لَفۡظِ الۡحَدِيثِ - قَالَا: حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ بۡنُ إِبۡرَاهِيمَ، عَنۡ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ، عَنۡ يَحۡيَىٰ بۡنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنۡ هِلَالِ بۡنِ أَبِي مَيۡمُونَةَ، عَنۡ عَطَاءِ بۡنِ يَسَارٍ، عَنۡ مُعَاوِيَةَ بۡنِ الۡحَكَمِ السُّلَمِيِّ؛ قَالَ: بَيۡنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ. إِذۡ عَطَسَ رَجُلٌ مِنَ الۡقَوۡمِ. فَقُلۡتُ: يَرۡحَمُكَ اللهُ فَرَمَانِي الۡقَوۡمُ بِأَبۡصَارِهِمۡ، فَقُلۡتُ: وَاثُكۡلَ أُمِّيَاهۡ، مَا شَأۡنُكُمۡ تَنۡظُرُونَ إِلَيَّ؟ فَجَعَلُوا يَضۡرِبُونَ بِأَيۡدِيهِمۡ عَلَى أَفۡخَاذِهِمۡ. فَلَمَّا رَأَيۡتُهُمۡ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ. فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللهِ ﷺ - فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي - مَا رَأَيۡتُ مُعَلِّمًا قَبۡلَهُ وَلَا بَعۡدَهُ أَحۡسَنَ تَعۡلِيمًا مِنۡهُ. فَوَاللّٰهِ، مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي. قَالَ: (إِنَّ هَٰذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصۡلُحُ فِيهَا شَيۡءٌ مِنۡ كَلَامِ النَّاسِ، إِنَّمَا هُوَ التَّسۡبِيحُ وَالتَّكۡبِيرُ وَقِرَاءَةُ الۡقُرۡآنِ). أَوۡ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ.

(537). Abu Ja’far Muhammad ibnush Shabbah dan Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami. Keduanya hampir sama redaksi hadisnya. Keduanya berkata: Isma’il bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dari Hajjaj Ash-Shawwaf, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Hilal bin Abu Maimunah, dari ‘Atha` bin Yasar, dari Mu’awiyah ibnul Hakam As-Sulami; Beliau mengatakan: Ketika aku sedang salat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba ada seseorang yang bersin. Aku berkata, “Yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu).” Orang-orang mengarahkan pandangan kepadaku. Aku berkata, “Duhai, ibuku kehilangan anak (celaka aku). Kenapa kalian memandang ke arahku?” Orang-orang pun menepuk paha-paha mereka dengan tangan. Ketika aku melihat mereka ingin membuat aku diam, aku pun hanya diam. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai salat, ayah dan ibuku sebagai tebusannya (maksudnya: aku bersumpah), aku tidak melihat seorang pengajar pun sebelum dan sepeninggal beliau yang lebih baik cara mengajarnya daripada beliau. Demi Allah, beliau tidak menghardikku, tidak memukulku, tidak pula mencelaku.

Beliau bersabda, “Sesungguhnya salat ini tidak boleh sedikitpun ada pembicaraan manusia. Yang boleh hanya tasbih, takbir, dan membaca Al Quran.”

(Shahih Muslim hadits nomor 537 bab diharamkannya berbicara ketika salat dan dihapuskan kebolehannya, Kitab Al Masajid)



KELEMAHLEMBUTAN BERDASAR AL-QUR'AN DAN HADITS

1. Kelemahlembutan itu dari Allah SWT, jika kamu keras lagi kasar maka mereka pasti menjauh

 فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. [Ali Imran/3: 159].


2. Rasulullah SAW amat belas kasih dan penyayang

 لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. [at-Taubah/9: 128].


3. Dakwah harus dengan hikmah, jika membantah juga dengan cara yang baik

Allah Ta’ala berfirman,

‎ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)


4. Nabi Musa dan Harun as diperintahkan bicara kepada Firaun dengan kata-kata yang lemah lembut

‎فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

Artinya: Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut (qawlan layyinan), mudah-mudahan ia ingat atau takut" (QS Thaha: 44)


5. Allah Maha Lembut dan Mencintai Kelembutan. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Rasulallah SAW pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan mencintai kelembutan dalam setiap urusan“. [HR Bukhari no: 6024, Muslim no: 2165].

Dalam redaksinya Imam Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِى عَلَى مَا سِوَاهُ » [أخرجه مسلم]

“Sesungguhnya Allah Maha Lembut (AR RAFIIQ) yang mencintai kelembutan (AR RIFQU). Dan Allah memberi pada kelembutan apa yang tidak diberikan pada kekerasan, tidak pula diberikan kepada selainnya“. [HR Muslim no: 2593].

6. Jika kelembutan hilang, maka buruklah segala urusan. Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan: “Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ » [أخرجه مسلم]

“Sesungguhnya kelembutan tidaklah diberikan pada segala urusan melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah kelembutan ditarik dari tiap urusan kecuali akan menjadikannya buruk“. [HR Muslim no: 2594].


7. Kelemahlembutan tanda kebaikan keluarga. Diriwayatkan Imam Ahmad dalam musnadnya dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا عَائِشَةُ ارْفُقِي, فَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَرَادَ بِأَهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا دَلَّهُمْ عَلَى بَابِ الرِّفْقِ » [أخرجه أحمد]

“Wahai Aisyah lemah lembutlah. Sesungguhnya jika Allah menghendaki kebaikan pada sebuah keluarga, Allah  akan menunjuki mereka menuju pintu kelembutan“. [HR Ahmad 41/255 no: 24734]


8. Empati Nabi SAW kepada perasaan/kondisi orang lain. Dalam haditsnya Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan, “Aku pernah datang berguru kepada Nabi Muhammad SAW bersama beberapa orang dari kaumku, dan kami tinggal bersama Nabi selama 20 hari. Beliau adalah orang yang penyayang dan lembut. Tatkala beliau melihat rona kerinduan pada wajah-wajah kami terhadap keluarga maka beliau bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ارْجِعُوا فَكُونُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَصَلُّوا فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ» [أخرجه البخاري ومسلم]

“Pulanglah kalian lalu tinggallah bersama kaummu. Ajarilah mereka dan sholatlah bersamanya. Dan jika masuk waktu sholat hendaknya salah seorang diantara kalian beradzan lalu jadikanlah orang yang paling dewasa sebagai imam kalian“. [HR Bukhari no: 628. Muslim no: 674]


9. Sikap terhadap badui yang mengencingi Masjid Nabawi. Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah ra, beliau berkata: “Pernah suatu ketika ada arab badui yang kencing didalam masjid maka orang-orang berusaha untuk mencegahnya. Akan tetapi, Nabi Muhammad SAW berkata:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ, فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Biarkan dirinya (sampai selesai kencing), lalu siramlah bekas air kencingnya dengan seember air atau satu timba air. Sesungguhnya aku diutus untuk mempermudah tidak diutus untuk mempersulit“.[HR Bukhari no: 6128.]. Kelak ketika Nabi SAW sudah tiada, orang yang paling diingat dan tidak disukai badui ini adalah: Umar ibn Khattab.

[Namun menurut Profesor Hamka dalam bukunya "Sejarah Umat Islam PraKenabian Hingga Islam di Nusantara", pasca era Nabi Muhammad SAW, komunitas Arab badui baru mendapat perhatian lagi di era kepemimpinan Khalifah Umar Ibnu Khattab. Diajari beternak, bercocok tanam, dan berniaga.]


8. Permudah, jangan persulit. Tatkala beliau SAW mengutus Abu Musa al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabal ke Yaman sebagai duta dakwah maka beliau berpesan pada keduanya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلَا تَخْتَلِفَا » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Permudah jangan engkau persulit. Beri kabar gembira jangan jadikan mereka lari, bersatu padulah jangan berselisih“. [HR Bukhari no: 6124. Muslim no: 1733]


9. Kelembutan Nabi SAW di peristiwa Thaif. Bahkan Malaikat Jibril sudah menawarkan untuk membinasakan penduduk Thaif, namun Nabi memaafkan bahkan mendoakan agar mereka mendapat hidayah.

‎إِنَّ اللهَ لَمْ يَبْعَثْنِي طَعَّانًا وَلَا لَعَّانًا وَلَكِنْ بَعَثَنِيْ دَاعِيًا وَرَحْمَةً، اللهم اهْدِ قَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

"Sungguh Allah tidak mengutusku untuk menjadi orang yang merusak dan bukan (pula) orang yang melaknat. Akan tetapi Allah mengutusku untuk menjadi penyeru dan pembawa rahmat. Ya Allah, berilah hidayah untuk kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui!” (HR Al-Baihaqi).

Di riwayat lain, doa Nabi pada penduduk Thaif: "Bahkan aku berharap, semoga Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang yang menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”.

 

10. Memaafkan Yahudi yang disewa Abu Jahal untuk selalu meludahinya, hingga ketika si yahudi sakit dan tidak meludahinya, justru Nabi SAW datang menjenguk.


10. Lemah lembut ketika dihina dan dicela. Imam Ahmad menjelaskan, “Beliau SAW menyuruh untuk berlaku lemah lembut dan merendahkan diri walaupun sekiranya mereka mendengar hal yang tidak menyenangkan. Dan jangan marah yang menyebabkan dirinya terjatuh untuk membela diri semata”.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau bercerita, “Orang-orang Yahudi pernah mendatangi Nabi Muhammad SAW lalu mengucapkan salam, “Semoga kematian atasmu’. Mendengar itu maka Aisyah menyahut, “Atas kalian, dan laknat Allah SWT dan kemurkaan -Nya atas kalian”. Maka Nabi menegurnya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَهْلًا يَا عَائِشَةُ ,عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ, وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ وَالْفُحْشَ. قَالَتْ: أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا .قَالَ: أَوَلَمْ تَسْمَعِي مَا قُلْتُ. رَدَدْتُ عَلَيْهِمْ, فَيُسْتَجَابُ لِي فِيهِمْ, وَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ فِيَّ » [أخرجه البخاري ومسلم]

“Tunggu wahai Aisyah, bersikap lemah lembutlah. Hati-hati dari kekerasan dan kata-kata kotor”. Aisyah menjawab, “Tidakkah anda dengar apa yang mereka ucapkan? Beliau berkata, “Apakah engkau tidak mendengar jawabanku? Aku membalas (ucapan salam mereka), “Dan atas kalian juga”. Maka Allah mengabulkan do’aku untuk mereka, sedang do’a mereka tidak dikabulkan atasku“. [HR Bukhari no: 6030. Muslim no: 2165]


10. Kelembutan Pemimpin. Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata: “Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ مَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ » [أخرجه مسلم]

“Ya Allah, barangsiapa yang mengurusi perkara umatku (jadi pemimpin mereka) kemudian dia menyusahkan mereka maka persulitlah urusannya. Dan barangsiapa yang mengurusi perkara umatku lalu dia berlemah lembut pada mereka maka sayangilah dirinya“. [HR Muslim no: 1828].


11. Bersikap lembut pada binatang. Hadits yang dibawakan oleh Imam Muslim dari Syadad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulallah SAW pernah bersabda:

‎قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ  » [أخرجه مسلم]

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat ihsan pada setiap perkara. Maka jika kalian membunuh berlaku lembutlah didalam (cara) membunuhnya. Dan jika kalian menyembelih maka berlaku lembutlah didalam menyembelihnya. Yaitu dengan menajamkan pisau kalian dan membuat binatang sembelihannya mereka nyaman“. [HR Muslim no: 1955].


12. Terhalang dari kelembutan = terhalang dari kebaikan. Dalam hadits yang dibawakan Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ يُحْرَمِ الْخَيْرَ كله » [أخرجه مسلم]

“Barangsiapa terhalang dari sifat kelembutan maka dirinya dihalangi untuk memperoleh kebaikan seluruhnya“. [HR Muslim no: 2592]


13. Kelemahlembutan Nabi SAW pada Yahudi yang menagih utang. Yahudi itu bernama Zaid bin Sa'nah yang sengaja menagih utang dengan cara kasar untuk membuktikan nubuwwah Muhammad SAW. Zaid bin Sa'nah akhirnya masuk islam. Dan Umar ra didenda karena telah menakutinya.


14. Kelembutan Nabi SAW menyantuni dan memberi makan pengemis buta, dan baru diketahui ketika Nabi sudah wafat.


15. Nabi SAW mendoakan ibu Abu Hurairah yang selalu mencaci maki dan mengumpatnya. Lalu didoakan Nabi agar masuk Islam. Ketika ibu dari Abu Hurairah sudah masuk Islam, Nabi SAW kembali berdoa:

"Ya Allah, jadikan hamba-Mu ini yaitu Abu Hurairah dan ibunya orang yang dicintai oleh semua hambaMu yang beriman dan jadikan mereka berdua orang-orang yang mencintai semua orang yang beriman”. Karena itu tidak ada seorang pun mukmin yang mendengar tentang diriku ataupun melihat diriku kecuali akan mencintaiku. (HR Muslim, no. 6551)


16. Menegur yang salah dengan tetap mendoakan. Dalam riwayat Abu Daud disebutkan bahwa Abu Bakrah ruku’ sebelum masuk shaf, kemudian ia berjalan menuju shaf. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, beliau berkata, “Siapa di antara kalian yang tadi ruku’ sebelum masuk shaf lalu ia berjalan menuju shaf?” Abu Bakrah mengatakan, “Saya.” Nabi SAW bersabda,

‎زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلاَ تَعُدْ

“Semoga Allah memberikan terus semangat padamu. Namun seperti itu jangan diulangi.” (HR. Abu Daud, no. 684. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.)


17. Sejelek-jelek pemimpin adalah pemimpin huthamah. Ā`iż bin 'Amr -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa dia datang menemui 'Ubaidullah bin Ziyād dan berkata kepadanya, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya sejelek-jelek pemimpin itu adalah yang kejam.' Maka janganlah engkau menjadi salah seorang dari mereka." (Muttafaq 'Alaih)

‎الحُطَمة (al-ḥuṭhamah): yang mematahkan orang, mempersulit dan menyakiti mereka. Huthamah adalah salah satu lawan kata dari al-Hilm/ar-Rifq.



KELEMAHLEMBUTAN MENURUT ULAMA


1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, "Orang yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar semestinya memiliki tiga bekal yaitu: (1) ilmu, (2) lemah lembut, dan (3) sabar. Ilmu haruslah ada sebelum amar ma’ruf nahi mungkar (di awal). Lemah lembut harus ada ketika ingin beramar ma’ruf nahi mungkar (di tengah-tengah). Sikap sabar harus ada sesudah beramar ma’ruf nahi mungkar (di akhir).” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:137)

Kata Ibnu Taymiah: “amar makruf dengan cara makruf, dan nahi munkar bukan dengan cara munkar: li yakun amruka bi al-ma’rûf bi al-ma’rûf, wa nahyuk ‘an munkar ghairu munkar. Maka Ibnu Taymiah memandang—melalui praktik amar makruf nahi munkar—efek positif yang ditimbulkan harus lebih besar porsinya dari efek negatif (mafsadah). Sebab Islam meniscayakan maslahat. Jika dalam praktik nahi munkar ternyata malah banyak efek negatif, maka sejatinya ia “bukan termasuk perintah” dalam Islam (Ibnu Taymiah, 2005).


2. Murid Ibnu Taymiah, Ibnu Qayyim al-Jawziah, mengamini gurunya: bahwa mencegah kemunkaran merupakan kewajiban seorang Muslim. Akan tetapi jika upaya pencegahan meniscayakan kemunkaran lain, maka nahi munkar tak lagi menjadi praktik yang legitimate dalam Islam. Bagi Ibnu Qayyim, salah satu kekeliruan umat Islam adalah, tak sabar melihat praktik munkar kemudian “menghardiknya”, hingga memunculkan kemunkaran lain yang lebih besar.


3. Faqih, rafiq, halim. Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, "Tidaklah seseorang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, melainkan ia haruslah menjadi orang yang berilmu (faqih) pada apa yang ia perintahkan dan apa yang ia larang; ia juga harus bersikap lemah lembut (rafiq) pada apa yang ia perintahkan dan ia larang; ia pun harus bersikap sabar (halim) pada apa yang ia perintahkan dan yang ia larang.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:137)


4. Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di mengatakan dalam sebuah risalahnya, “Dan di antara nama-nama indah yang dimiliki Allah ta’ala adalah ar-Rafiiq (Maha Halus) baik dalam perbuatan maupun syari’at -Nya.


5. Imam al-Baghawi dalam tafsir Ma’alimut Tanzil mengutip salah satu pendapat ulama bahwa kasih sayang dan sikap santun Rasulullah tidak hanya kepada umat Islam yang taat saja, namun juga kepada mereka yang sering berdosa dengan banyak melakukan maksiat. Imam al-Baghawi mengatakan,

‎قِيْلَ رَؤُوْفٌ بِالْمُطِيْعِيْنَ رَحِيْمٌ بِالْمُذْنِبِيْنَ

"Dikatakan (bahwa Rasulullah) penyantun kepada orang-orang yang taat, dan penyayang kepada orang-orang yang berdosa.”


6. Al-Imam Yahya Ibnu Saraf An-Nawawi rahimahullah ta’ala atau Imam Nawawi, secara khusus menuliskan bab “Kelemah-lembutan” dalam Kitab Riyadush Shaalihiin.


7. Abu Hamid al-Ghazali (Imam Ghazali) dalam Ihyâ Ulûmuddin menyatakan bahwa nahi munkar harus melalui fase-fase untuk bisa sampai pada tahap tindakan tegas (al-‘unf): pertama, memberi pemahaman (al-ta’rîf); kedua, menasehati dengan bahasa lemah lembut (bi al-kalâm al-lathîf); ketiga, menghujat (al-sabb wa al-ta’nîf) dengan menghardik, “hai, bodoh!”; keempat, menghindarkan hal-hal yang dilarang dari jangkauan pelaku maksiat secara paksa; kelima, memukul sebagai ancaman. Yang terakhir ini, bagi al-Ghazali, harus mendapat izin dari imam (Abu Hamid al-Ghazali, 2004).


8. Dalam kitab Adab Ad Dunya wad Diin, Imam Mawardi menekankan pentingnya pendidik bersikap lemah lembut dan kasih sayang (al-rifq bi al-mutaa'lim), dan menghargai keterbatasan siswa, karena akan berpengaruh dalam efektivitas belajar mengajar dan terhadap motivasi belajar.

Sikap lemah lembut dan penyayang antara lain tercermin pada sikap: sopan, ramah, berwajah ceria, bertutur kata lembut. Yang dimaksud al-Mawardi adalah sikap lemah lembut dalam batas-batas yang wajar dan pada tempatnya, sebab lemah lembut secara berlebih-lebihan juga tidak baik, sebagaimana diajarkan Rasulullah Saw dalam Hadistnya: "Penduduk syurga adalah semua orangnya yang lemah lembut, sopan dan berwajah ceria". Al- Mawardi mengutip syair "terkadang saya bersikap lemah lembut dan tegas. Karena kelembutan tanpa ketegasan adalah tidak baik". Jika memang dibutuhkan ketegasan dalam mendidik juga sangat dianjurkan.


9. KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menyampaikan sudut pandang berbeda, bahwa perempuan muslimah justru terlarang untuk bicara lemah lembut pada lawan jenis, didasarkan pada QS Al Ahzab: 32 (Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain. Jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik).

Meskipun dalam ayat tersebut disebutkan istri Nabi, tapi kandungan dalam ayat ini juga berlaku bagi semua muslimah.


“Di syarah-syarah dan tafsir Al-Qur’an tentang ayat ini (Al-Ahzab 32), ada penjelasan jika perempuan dianjurkan menebalkan suaranya untuk menghilangkan syahwat lelaki,” terang pakar tafsir Al Qur'an dari Rembang ini.


"LEMAH LEMBUT" dalam TINJAUAN BAHASA


Lemah lembut dalam bahasa Arab sering dikenal dengan sebutan Ar-Rifq, Al-Lin, Al-Hilmu, Al-Luthf yang mempunyai arti yang sama. Al-Luthfu merupakan kata dasar dari Al-Lathif yang merupakan salah satu nama Asmaul husna yang artinya Maha Lemah Lembut. Ibnu Hajar Al-Asqalani memberikan pengertian Ar-Rifq sebagai sisi lembut seseorang, baik dalam tindakan maupun perkataan dan melakukan sesuatu dengan cara yang paling sederhana. Lawan dari lemah lembut adalah kekerasan.

Sikap tenang atau lembut dalam bahasa Arab juga disebut ta’anny, adalah salah satu sifat terpuji dalam Islam.

Yang dinamakan dengan AR-RIFQU,

‎الرفق Ra’ dibaca kasrah, yaitu lembut/lunak dalam bertutur kata dan berbuat, juga bermakna: memilih yang lebih mudah في الأمر كله dalam semua urusan, dan lawannya adalah kekerasan. Ar-Rifqu ini juga diartikan sikap tidak tergesa-gesa dalam segala urusan serta sabar dalam menyikapi permasalahan.

Al-Hilmu adalah lembut dan mudah memaafkan serta tidak cepat marah. Al-Hilmu tidak sepenuhnya bisa diterjemahkan: kelembutan. Hal ini kita dapati bahwa bahasa Arab memiliki kekayaan dibandingkan bahasa Indonesia, karena seringkali kita dapatkan kosa kata bahasa Arab tidak bisa diterjemahkan sepenuhnya dengan bahasa kita.

Para ulama menyatakan Al-Hilmu itu adalah sebuah perangai, sifat, kedudukan di antara dua sifat yang buruk, yaitu "marah" dan "bodoh". Al-Ghadhab (marah) termasuk sifat yang buruk, sekalipun ada marah tertentu yang syar’i dan sesuai tuntunan.

Yang kedua adalah pandir atau bodoh. Pandir yang dimaksud adalah membiarkan keburukan atau kedzaliman diperlakukan kepadanya (diam ketika dizalimi atau melihat orang lain dizalimi). Maka Al-Hilmu (kelembutan) adalah perangai yang seimbang di antara dua sifat tercela ini.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata LEMAH LEMBUT (nomina) memiliki makna :” Baik hati (tidak pemarah dan sebagainya); atau peramah”. Dalam bahasa Inggris lemah lembut diartikan: gentle.



KELEMAHLEMBUTAN dalam TINJAUAN ILMU HUMANIORA DAN AGAMA-AGAMA LAIN


Filosofi dan kearifan yang ditawarkan oleh para pemikir klasik menekankan pentingnya kelembutan dan ketenangan dalam kehidupan. Misalnya, ajaran Lao Tse dalam Taoisme bahwa kelembutan mengalahkan kekerasan, seperti air mengikis batu. Dalam ajaran agama-agama besar seperti Buddha, Hindu, Kristiani, lemah lembut dan tenang merupakan sifat yang sangat dihargai.

Misal dalam Injil Matius 21:1-11 disebutkan "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." Atau Matius 5: 5 "Tuhan Yesus memiliki kelemahlembutan dan kerendahan hati".

Bahkan dalam konsep Barat tentang kebijaksanaan dan kepemimpinan, seperti yang diungkapkan Plato dan Aristoteles, kelembutan dan ketenangan menjadi nilai utama yang harus dipelihara.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Personality and Social Psychology menunjukkan bahwa individu yang memiliki karakter lemah lembut cenderung lebih bahagia, puas dengan hidup, serta memiliki hubungan interpersonal yang lebih baik.

Menurut profesor linguistik Keith Allan (Liguistic Meaning, 1986), kegiatan berkomunikasi, termasuk tindak tutur (=berbicara), dipengaruhi keadaan jiwa/ psikologis si penutur dan lawan tutur. Jika keadaan psikologis si penutur tenang, sabar, murah hati, berbelas kasih, tulus, lemah lembut, murni, tidak munafik, jujur, suka menolong, dan sebagainya maka akan menghasilkan tindak tutur yang positif.

Sedangkan keadaan psikologis penutur yang emosional, tidak sabar, kikir, tanpa belas kasih, tidak ikhlas, keras hati, dengki, munafik/penuh kemunafikan, tidak jujur, kurang empati tergolong dalam tindak tutur negatif.


DAKWAH ISLAM, ANTARA KELEMAHLEMBUTAN DAN KETEGASAN

Dalam dakwah Islam, ada perintah untuk bersikap ramah dan ada perintah bersikap tegas. Yahudi bani Qainuqa’ dan bani Nadzir pernah diusir Nabi Muhammad SAW dari Madinah karena mengkhianati perjanjian. Bahkan, beberapa orang Yahudi bani Quraidzah dieksekusi karena ganasnya mereka memusuhi dan mengancam fisik para sahabat. Kecuali wanita dan anak-anak, mereka dilindungi dan diperlakukan dengan lembut. Inilah contoh sikap Nabi SAW yang tegas, tapi sekaligus lembut (Sirah Ibn Hisyam jilid 3).

Beberapa di antara mereka juga dibiarkan hidup bebas di Madinah karena tidak tersangkut pengkhianatan. Nabi dan para sahabat pun melindunginya. Ada pula yang masuk Islam seperti Amr bin Sa’ad yang tidak ikut melanggar perjanjian. la melarikan diri dari kaumnya dan mendapat perlindungan dari Nabi (Ibn Hajar, Fathul Bari jilid 7 penjelasan hadis no. 475).

Sosok Abu Bakar as-Siddiq yang terkenal lembut dan ramah pernah bertindak tegas. Saat menjadi Khalifah, nabi-nabi palsu seperti Tulaihah, dan Musailamah diperangi. Musailamah terbunuh oleh seorang budak bernama Wahsyi atas perintah Abu Bakar.


KESIMPULAN DAN KHATIMAH


•Da'i wajib menghiasi diri dengan kelemahlembutan, mentarbiyah diri dengannya karena: da'i harus mampu meluruskan kesalahan dengan cara yang baik (lemah lembut), bagaimanapun karakter asalnya (keras, kasar, pemarah). Umar ibn Khattab dikenal sebagai sosok yang keras, tapi dari banyak riwayat juga lembut (mudah tersentuh) hatinya.

•Sifat lemah lembut itu adalah rahmat Allah SWT. Jika ada yang sulit memiliki sifat ini, perlu banyak beristighfar. Bisa jadi terhalang dari rahmat Allah SWT. Astaghfirullah.

•Saiful Islam Al-Banna (Sekjen Aliansi Advokat dan anggota parlemen Mesir), anak kedua Imam Syahid ketika mendefinisikan model parenting ayahnya sebagai berikut: "Ayah mengajari kami dengan penuh cinta kasih, ketulusan, kasih sayang, dan rasa harap."

•Sebagaimana berbeda antara tawadhu dengan menghinakan diri, kelemahlembutan harus menjadi karakter dasar seorang da'i tanpa meninggalkan ketegasan. Dalam bahasa psikologi, karakter seperti ini disebut asertif. Lawannya adalah reaktif.

•Selain mempelajari ilmu untuk memiliki pribadi yang lemah lembut (bicara teknis atau tips), yang paling utama adalah memahami bahwa memiliki pribadi lemah lembut bukan semata polesan atau "packaging", namun juga bagian dari aqidah dan akhlak. "Allah Maha Lemah Lembut." Jika ingin menjadi pribadi lemah lembut, maka mendekat dan selalu bermohonlah pada Allah SWT.


Afwun minkum.




Detti Febrina

Bandar Lampung, 26 Juli 2024





REFERENSI


Ilmu Islamhttps://ilmuislam.id › hadits › hadit...Hadits Muslim Nomor 537 - Kumpulan Hadits


https://id.scribd.com/document/643470110/Sikap-Lemah-Lembut-dan-Tenang-docx


https://www.nu.or.id/hikmah/teladan-rasulullah-dalam-menghadapi-kekerasan-dengan-kelembutan-bo61N


https://khazanah.republika.co.id/berita/ptiymu458/kelembutan-nabi-muhammad-saw


https://rumaysho.com/17091-dakwahi-dengan-sabar.html


https://alhikmah.ac.id/akhlaq-yang-baik-bagian-ke-5-kelembutan-dalam-segala-urusan/


https://gkidelima.org/lemah-lembut-seperti-yesus-matius-21-1-11


https://kbbi.web.id/lemah


http://repository.uin-suska.ac.id/12709/7/7.%20BAB%20II_2018326PAI.pdf


https://almanhaj.or.id/43314-kelembutan-dalam-islam.html


http://masjid.alhikmah.um.ac.id/dakwah-islam-antara-tegas-dan-lembut/


https://media.neliti.com/media/publications/41586-none-deb2cafd.pdf


https://www.pesantrenluluwalmarjan.org/bersikap-lemah-lembut/


https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/20359/1/Devani%20Septy%2C%20170402031%2C%20FDK%2C%20BKI%2C%20082166117105-2.pdf


https://moderanesia.com/2022/11/meneladan-sifat-kasih-kelembutan-nabi-muhammad-shallallahu-alaihi-wassalam/


https://riyadh.islamenc.com/id/page/82


https://tafsirweb.com/5286-surat-thaha-ayat-44.html

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Komen apapun berharga. Sila.

welcome to detti's blog

communication scholar & practitioner, hopefully being lifetime citizen journalist, simply laid back ambivert

Mengoptimalkan Google Alerts untuk Media Monitoring

Menyusun panduan optimalisasi google alerts ini sekira dua bulan sebelum ramadhan tahun lalu. Belum sempat di- digital archive , apa daya fi...

Popular Posts